Rabu, 19 November 2008
Gurindam
cukuplah ia disebut pengkhianat
Barang siapa bermuka dua
sebutlah dia pengadu domba
Jika hukum sudah dilanggar
takkan ada yang berlaku benar
Bila maut di depan mata
tiada mampu lidah berkata
Jika mau selamat dunia akhirat
Patuhilah amanat dan nasehat
Selasa, 18 November 2008
Senin, 17 November 2008
Resensi Buku Sastra
Penulis : Suwardi Endraswara
Terbit : 2008
Penerbit : MedPress
Cetakan : Keempat
Tebal : x + 204 Halaman
Suwardi Endraswara, lahir di Kulon Progo, 3 April 1964. Belajar sastra dan budaya Jawa di IKIP Yogyakarta, tahun 1989. Menjadi staf pengajar di program studi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, FBS UNY. Menempuh S2 di Fakultas Ilmu Budaya UGM. Kini sedang menyiapkan S3 UGM. Pernah bekerja sebagai guru SPG 17 III Bantul selama tiga tahun, redaksi majalah Mekar Sari selama dua tahun, juga pernah menjadi ketua penyuting majalah sastra Jawa Pagagan. Kini sebagai Sekretaris HISKI majalah bahasa Jawa Sempulur.
Penelitian sastra mendewakan hadirnya penelitian instrinsik. Yakni, upaya penelitian untuk membedah karya sastra itu sendiri. Lebih mengarah pada kepentingan sastra untuk sastra. Jarang peneliti yang berani menerapkan metode eksperimen. Masih sering memilih obyek sastra yang disejajarkan dengan kajian, telaah, studi, dan kritik akademis. Penelitian sastra sering mengandalkan metode ilmiah dan menggunakan idiom-idiom teknis penelitian serta keterandalan data. Penelitian sastra sering dapat dilakukan oleh siapa pun, baik peneliti senior maupun pemula.
Biografi Sastrawan
Biografi
Taufik Ismail
Di Tulis Oleh TEAM CIKTIM 1
Lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan. Tahun 1956-1957 memenangkan beasiswa American Field Service Interntional School guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, yang merupakan angkatan pertama dari Indonesia. Melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat tahun 1963. Tahun 1971-1972 dan 1991-1992 mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Tahun 1993 belajar di Faculty of Languange and Literature ( American University in Cairo, Mesir). Pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya dikarenakan pecah Perang Teluk.
Semasa mahasiswa aktif dalam berbagai kegiatan. Pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960-1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960-1962). Pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), dan guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), serta asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dilarang Presiden Soekarno, ia batal dikirim studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964. Menjadi kolumnis Harian KAMI tahun 1966-1970. Bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang melahirkan majalah sastra Horison (1966). Dan sampai sekarang memimpin majalah tersebut.
Merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Dengan berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968--1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990). Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat,dan dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.
Hasil karyanya antara lain :
1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966);
2. Benteng, Litera ( 1966);
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972);
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974);
5. Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976);
6. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990);
7. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993);
8. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995);
9. Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995);
10. Seulawah Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995);
11. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (1998);
12. Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001);
13. Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1) Kitab Cerita Pendek (2) Kitab Nukilan Novel (3) dan Kitab Drama (4) editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002).
Karya terjemahan diantaranya, Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960), Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962), Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964). Kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, menghasilkan sebanyak 75 lagu.
Pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina. Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukannnya, antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-1956), bersama S.N. Ratmana merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-1986), Pendiri Badan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya (1985) dan kini menjadi ketuanya, serta bekerja sama dengan badan beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran pelajar. Tahun 1974-1976 terpilih sebagai anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York.
Membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). Dalam kampanye antinarkoba ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba” dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” (digubah oleh Antono). Mendapat penghargaan dari Presiden Megawati (2002). Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah Horison.
Anugerah yang diterima antara lain Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970); Visit Award dari Pemerintah Australia (1977); South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994); Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994); Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor, Malaysia (1999); Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003). Menikah dengan Esiyati Yatim tahun 1971 dan dikaruniai seorang anak laki-laki, bernama Bram Ismail. Bersama keluarga tinggal di Jalan Utan Kayu Raya 66-E, Jakarta 13120.
W.S.Rendra
Di Tulis Oleh TEAM CIKTIM 1
Rendra, yang bernama asli Willibrordus Surendra Broto, lahir di Solo pada tanggal 7 November 1935 dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu. Ia memulai pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952), di sekolah Katolik, di kota yang sama.
Setamat SMA pergi ke Jakarta bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup. Lalu ia pergi ke Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah setempat.
Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerpen, dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.
Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.
“Kaki Palsu” adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya.
Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, dan India.
Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).
Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”. Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul
Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.
Pada tahun 1961, sepulang dari Amerika, Rendra mendirikan grup teater di Yogyakarta. Akan tetapi, grup itu terhenti karena ia pergi lagi ke Amerika. Ketika kembali lagi ke Indonesia ( 1968), ia membentuk kembali grup teater yang bernama Bengkel Teater. Bengkel Teater ini sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Sampai sekarang Bengkel Teater masih berdiri dan menjadi basis bagi kegiatan keseniannya.
Karya-karya Rendra, antara lain, adalah
1) Kumpulan Puisi, Ballada Orang-Orang Tercinta (1957), 4 Kumpulan Sajak (1961), Blues untuk Bonie (1971), Sajak-Sajak Sepatu Tua (1972), Nyanyian Orang Urakan (1985), Potret Pembangunan dalam Puisi (1983), Disebabkan oleh Angin (1993), dan Orang-Orang Rangkas Bitung (1993) ;
2) Drama, Orang-Orang di Tikungan Jalan (1954), Selamatan Anak Cucu Sulaiman (1967), Mastodon dan Burung Kondor (1972), Kisah Perjuangan Suku Naga (1975), SEKDA (1977), dan Panembahan Reso (1986) ; dan
3) Kumpulam Esai: Mempertimbangkan Tradisi (1983).
Untuk kegiatan seninya Rendra telah menerima banyak penghargaan, antara lain Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954) Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956); Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970); Hadiah Akademi Jakarta (1975); Hadiah Yayasan Buku Utama,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976) ; Penghargaan Adam Malik (1989); dan The S.E.A. Write Award (1996).
Usianya yang hampir berkepala tujuh itu tidak membuatnya kehabisan energi. Berbagai kegiatan sastra masih aktif diikutinya, di samping tetap memimpin Bengkel Teater yang terkenal itu.
Cerpen
Terlalu singkat untuk sebuah nama.Tapi aku tidak peduli aku suka Cin. Aku sayang Cin. Tidak peduli kau tidak satu suku denganku, tidak peduli kau susah dengan bahasaku. Aku tidak peduli Cin. Hanya satu yang kutahu kau sahabat terindahku.
Ku ingin menjadi putri di hatimu
Menjadi mawar putihmu
Dalam tangkai yang tak berduri
Bersamamu ingin ku mencari
Arti sebuah cinta yang sejati
Minggu, 02 November 2008
Karmina
Aku bangga jadi anak Indonesia
Buah duku makan di Malaysia
Bahasa ku bahasa Indonesia
Buah naga buah asia
Kita jaga bangsa Indonesia
Buah semangka di kasih pita
Jika kau suka bela bangsa kita
Jual nangka keliling asia
Ucapkan merdeka untuk Indonesia
Essay
Bahasa adalah alat komunikasi yang berfungsi menyampaikan perasaan dalam pikiran untuk di utarakan kepada orang lain. Dahulu alat komunikasi yang digunakan adalah bahasa yang berupa bahasa tubuh yaitu dengan gerakan yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan apa yang akan disampaikan atau alat komunikasi ini lebih tepat disebut bahasa isarat.
Pantun
Dengan kapal milik negara
Kalau cinta bahasa Indonesia
Dengan bangsa pun pasti cinta
Kalau naik pesawat tiba di Italia
Kalau naik kereta tiba di Jakarta
Bahasa kita bahasa Indonesia punya
Satu negara harus satu bahasa
Buat apa hidup di negara asing
Kalau punya bangsa Indonesia
Untuk apa bahasa asing
Kalau sudah punya bahasa Indonesia
Tembok besar ada di Cina
Kalau monas ada Jakarta
Semangat ku semangat Indonesia
Melindungi bahasa adalah niatnya
Hijrah jauh ke Malaysia
Gapailah mimpi agar tercipta
Dengan bahasa Indonesia
Bangunkanlah semangat para pemuda
Anekdot
Di siang hari ditengah panas kota cikarang.Didalam mini bus antar kota yang padat sesak penuh penumpang terlihat seorang kakek tua duduk di sebelah seoramg wanita cantik,merekapun asik berbincang-bincang. Tidak lama kemudian terdengar suara ”Tuuuuuuuuut . . . . . . . . . .. “
Kakek : “Ahh. . . . lega rasanya . . .”
Gadis : "Kakek kentut ya . . .? Ihh nggak sopan banget sih. . .!!(Sambil marah dan menutup hidung)
Kakek : "Lhooo...? kenapa ade marah, tenang donk. . . .!!!"
Gadis : "Gimana bisa tenang, kan mengganggu semua penumpang"
Kakek : "Mestinya kamu bersyukur. . . . . ."
Gadis : "Apa nggak salah tuh!!!!!! . . . ."
Kakek : "Seharusnya anda semua senang hanya tinggal menikmati, kalau kakek penuh perjuangan untuk mengeluarkannya"
Gadis & penumpang lain: !#!#!#?!#@#!@. . . . . . . . . . . .!@#@!#%!#!
SIAPA YANG LEBIH KAYA…?
Di hari sabtu yang cerah lagi sejuk, di SMA NEGRI 1 CIKARANG TIMUR. Tepatnya di waktu jam istirahat, Bonar dan Marfuah sedang berdebat meributkan siapa yang lebih kaya diantara ayah mereka. Kedua anak itupun lama berdebat dan bonar berkata...
Bonar : "Gua bangga banget, bokap gua kaya raya dia bentar lagi mau beli ISTANA NEGARA"(sambil tersenyum)
Marfuah : "Oh ia ???? gua baru inget. Berarti nanti kalo gitu gua akan bilang sama bokap gua supaya ISTANA NEGARA jangan jadi dijual..."
??!@#$%!!@#!@#!@##. . . . . . . . . . . . . . . . . .
"KAMUS CANGGIH"
Sabtu pagi yang cerah, suasana hati parno sangat gembira karna ayahnya baru pulang dari London. Di belikannya parno kamus bahasa inggris yang sangat canggih sebesar korek api oleh ayahnya. Biarpun kecil tapi sangat canggih buat menterjemahkan beberapa bahasa, mendengarkan musik, menghitung dan lain-lain “Wwwwaaaahhhh enak nich... kalo ada ulangan bahasa asing bisa nyontek nggak ketahuan..." (kata parno dalam hati).
parno : "Terimakasih ayah atas pemberian kamusnya . . . . ."
Ayah : "Kembali . . ."
Parno : "Tapi parno bingung ayah koper besar itu untuk apa . . . . .?"
Ayah : "Itu penting untuk kamu,itu baterai untuk kamusnya!"
"JERUK - MANGGA"
Di hari sabtu yang cerah dengan situasi yang ramai di sebuah pasar, terjadi sebuah kisah dramatis antara calon pembeli dengan penjual.
Pembeli : "Bang ada jeruk ?"
Pedagang : "Mangga bu..."
Pembeli : "Bang ada jeruk ?"
Pedagang : "Mangga bu..."
Pembeli : "Saya tidak beli mangga tapi jeruk...!"
Pedagang : "Mangga bu, mangga bu...!"
Pembeli : "Ah si abang, saya beli jeruk bukan mangga..."
Pedagang : "Ibu..., mangga itu artinya silahkan..."
Pembeli : "Oh bilang donk bang"
Pedagang : "Maaf bu..."
Pembeli :"Oh nggak pa pa bang, emang mangga yang salah..."
"PILOT YANG SOMBONG"
Seperti biasa penerbangan di bandara berjalan dengan lancar. Suatu ketika seorang pilot yang sombong menerbangi sebuah pesawat penumpang. ketika di tengah perjalanan tiba-tiba terdengar suara asing…
Kreteeeeekkkkkkkkkkkkkkkkk Brreeeeeebaaaaaaakkkkkkkkkkk. . . . . . . . . . . . . .
Pilot : “wah suara apa itu…?”
Pramugari : “lapor-lapor pak pilot, sayap pesawat kanan kita patah…..!!!”
Pilot : “tenang saya punya ide..”
Pak pilot dengan sombongnya memberikan intruksi kepada penumpang.
Pilot : “kepada setiap penumpang harap pindah kesebelah kiri…!”
Penumpang : “baik pak pilot…”
Akhirnya pesawat berjalan lancar seperti semula. Dengan sombongnya pak pilot berkata..
Pilot : “hebatkan saya… beri tepuk tangan pada saya…”
Penumpang : “hore… plok.. plok.. plok..”
Tidak lama kemudian terdengar lagi suara asing…
Kreteeeeeeeeeeeeeekkkkkkkkkkkkkkkkk Brreeeeeeeeebaaaaaaakkkkk. . . . . . . . . . . . . .
Pilot : “suara apa lagi itu…?”
Pramugari : “lapor-lapor pak pilot, sayap sebelah kiri kita juga patah…..!!!”
Pilot : “tenang saya puny ide..”
Pak pilot dengan sombongnya memberikan intruksi kepada penumpang.
Pilot : “kepada setiap penumpang harap pindah ke tengah…!”
Penumpang : “baik pak pilot…”
Akhirnya pesawat berjalan lancar kembali seperti semula. Dengan sombongnya pak pilot berkata..
Pilot : “hebatkan saya.. beri tepuk tangan pada saya..”
Penumpang : “hore.. hore.. plok… plok… plok… plok…”
Tidak lama kemudian terdengar suara asing lagi...
Kkrrrkkkkrrrrreeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeekkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pilot : “wah.. suara apa lagi tuh……..???”
Pramugari : “lapor-lapor pak pilot, lantai pesawat kita akan hancur…!!!”
Pilot : “tenang saya punya ide..”
Pak pilot dengan sombongnya kembali memberikan intruksi kepada penumpang.
Pilot : “kepada setiap penumpang harap bergelantungan...!”
Penumpang : “baik pak pilot..”
Ketika penumpang sudah bergelantungan, lantai seketika hancur. Dan pesawat tersebut berjalan lancar seperti semula. Dengan sombongnya pak pilot berkata kembali..
Pilot : “hebatkan saya.. beri tepuk tangan yang pada saya..”
Penumpang : “hore.. hore.. hore.. plok… plok… plok… plok…”
Akhirnya semua penumpang jatuh karena tangan para penumpang lepas dari pegangannya hanya untuk menepuk orang pilot yang sombong.
Puisi
Senja tapaki malam ku dengan syahdu
Ku ingin menjadi putri di hati mu
Ku ingin menjadi mawar putih mu
Dengan tangkai yang tak berduri
Dengan mu ku ingin mencari
Arti cinta yang sejati. . .
Semenjak dulu ku telah menyimpan suatu rasa
Yang tak dapat ku ungkapkan dengan kata-kata
Ingin ku berlari dan jujur padamu
Ketika ku dekat dengan mu, ku merasa gugup
Ketika ku jauh dari mu, ku merasa kehilangan
Ku tak sanggup lagi menahan rasa ini
Ingin sekali ku ucapkan
Tapi apa daya
Ku hanya seorang lelaki yang tak bisa jujur
Akan kah ku menunggu diri mu
Ataukah ku hanya bisa menunggu waktu
Ku hanya bisa mengucapkan dalam hati
AKU SAYANG KAMU. . .
Rembulan tersenyum syahdu
Saat tetes air mata ini basahi pipi
Kenapa kau dustai hati yang putih
Yang harapkan kasih dan cintamu
Andai kau ada di sini
Kini...
Ku kan katakan padamu
Cinta ini hanya untukmu
Selamanya...
Takkan terganti...
Walau usia rapuhkan jasadku
PEDIH
Setangkai mawar kau petikkan untukku
malam itu...
Damai hatiku
saat kau katakan kau kan temaniku
tapi...
kini kau tinggalkan aku
dalam kepedihan yang mendalam
dalam duka yang tak bersayap
kau tinggalkanku
dalam sepi diujung rindu
YANG TAK TERLUPAKAN
Kau masa lalu yang manis untukku
bersamamu kulewati indahnya jiwa
bersamamu kulalui putihnya cinta
yang tak bertepi
Ku ingin kau kembali
bersama kita lalui asa
yang pernah hilang
Duhai cinta...
Dimana kau berada kini
tercabik hatiku mencarimu
dalam keheningan yang tak bertepi...